Selasa, 24 Maret 2009

Kunjungan Wisata di Kota Bau-Bau

Wisata sejarah 

Benteng (Kraton ) Wolio Buton dibangun tahun 1634-1645 oleh Sultan Buton ke-VI, La Buke, yang memiliki panjang 2.740 m, tebal 1-2 m, tinggi 2-8 m, memiliki 12 pintu gerbang (lawa)(rakia, lanto, labunta, kampebuni, waborobo, dete, kalau, wajo/bariya, burukene/tanailandu, melai/baau, lantongau, gundu-gundu), dan 16 bastion/empalsemen meriam (baluara) (gama, litao, barangkatopa, wandailolo, baluwu, dete, kalau, godona oba, wajo/bariya, tanailandu, melai/baau, godona batu, lantongau, gundu-gundu, siompu, rakia) dengan kontruksi bangunan yang terbuat dari pasir dan batu kapur serta putih telur sebagai perekatnya, terbentang melingkar membentuk huruf ‘dal’, rekor MURI sebagai Benteng terbesar dan terluas di dunia 22,8 Ha. Peninggalan sejarah utuh tentang kejayaan Kesultanan Buton di masa silam,

Masjid Agung Keraton (Masigi Ogena) terletak di sebelah utara dalam Benteng Keraton, dibangun pada abad XVII (1712M) Pada masa Sultan Sakiyuddin Durul Alam atau La Ngkariyiri, berukuran 20,6 x 19,40 m dan bersusun 3, filosofi unik masjid ini menggambarkan simbol keseluruhan yang ada dalam tubuh manusia yang kokoh, menggunakan 33 pasak dari macam-macam jenis kayu, didalamnya terdapat bedug tua berukuran 1,5 m dan berdiameter 50 cm. 

Kasulana Tombi (Tiang Bendera) yang digunakan untuk mengibarkan bendera Kesultanan, bendera Longa-Longa, terletak di sebelah kiri Masjid Agung Keraton, terbuat dari kayu jati dengan tinggi 21m, Didirikan tahun 1712 bersamaan dengan Masjid Agung Keraton, 

Rumah adat Wolio (Malige/Kamali) adalah bangunan bersusun 3 yang berfungsi sebagai rumah jabatan Sultan di Buton, dengan kontruksi rumah panggung dari kayu jati dan wola (beti) dan semua pasaknya terbuat dari kayu. Kamali di kawasan Benteng tersisa 2 buah yaitu Kamali Kara dan Kamali Bata, ketika seseorang menjadi Sultan maka otomatis rumah orang tersebut berubah menjadi Kamali.

Makam Sultan Murhum terletak di areal dalam Benteng Keraton, Sultan Murhum atau Kaimuddin Khalifatul Hamis adalah raja ke-VI (raja terakhir) dan Sultan pertama. Murhum yang mempunya nama kecil Lakilaponto ini memerintah tahun 1538-1584, ia mengalahkan La Bolontio bajak laut bermata satu dari kepulauan Tobelo di Maluku Utara, Murhum juga di kenal dengan nama “Halu Oleo” artinya “8 hari” (bahasa Muna) karena menyelesaikan perang saudara antara Konawe dan Mekongga dalam waktu 8 hari.

Batu Popaua, Batu pelantikan yang terletak di depan Masjid Agung, berbentuk batu ponu atau simbol kewanitaan, tempat Raja/Sultan dilantik oleh Dewan Mentri dengan cara memutarkan payung di atas kepalanya, batu ini dianggap suci dan keramat dan di percaya tempat pertama kalinya Raja Buton pertama Waa Kaa Kaa menginjakkan kakinya. 

Batu Yigandangi, pada malam sebelum pelantikan Sultan/Raja dipukulkan gendang sehingga muncul mata air pada batu tersebut yang digunakan calon Sultan untuk mandi, menyerupai tugu batu, symbol kejantanan, oleh masyarakat setempat dianggap belum sampai ke tanah Buton jika belum menyentuh batu ini, dan yang mengunjunginya akan mendapat rahmat dan rezeki.

Jaraijo artinya kuda hijau, kuburan kuda kesayangan Sultan yang selalu memakai aksesoris serba hijau, namun versi lain dikatakan bahwa Jaraijo adalah makam Onderbevelhebber Steven Barentzoon seorang Belanda, pada tahun 1635, Dia dan 4 rekannya menghalangi pembangunan Benteng Keraton namun tidak merubah hubungan Belanda dengan Kesultanan Buton. Selain Batu Popaua, Batu Yigandangi, dan Jaraijo terdapat pula wisata situs lainya yaitu Batu Maali, Batu Poaro, dan Batu Manuru.
   
Masjid Kuba, kuba dalam bahasa Buton artinya kolam, kolam yang teletak di bagian depan Masjid ini berfungsi sebagai tempat mengambil air wudhu, didirikan pada masa Sultan Muhammad Idrus tahun 1826 M, terletak 1km dari Benteng Keraton, di dalamnya terdapat makam Sultan Buton ke-XXIX.
Samparaja ( jangkar ) terdapat di dalam kawasan Benteng, sebelumnya berada di luar Benteng Keraton, menurut cerita yang berkembang di masyarakat, jangkar ini bersal dari kapal VOC yang karam di sekitar pulau Muna.

Pusat Kebudayaan Wolio, museum yang awalnya merupakan Kamali dari Muhammad Falihi, Sultan Buton ke-38 (1938-1960), di tempat ini banyak terdapat benda-benda peninggalan Kesultanan Buton salah satunya mata uang kampua (alat tukar yang terbuat dari kain tenun Buton).

Wisata alam 

Pantai Nirwana dengan hamparan pasir putih sejauh 1 km, terletak ± 11 km dari pusat Kota Bau-Bau, banyak digunakan untuk, berjemur, menyelam, snorkling, dayung, volley pantai, dan menikmati indahnya matahari terbenam (sunset).

Pantai Lakeba, objek wisata alam yang letaknya tak jauh dengan objek wisata Pantai Nirwana ini menyuguhkan keindahan matahari yang terbenam dan aktivitas nelayan pada saat akan melaut. Selain pantai Nirwana dan pantai Lakeba terdapat juga pantai-pantai lainya seperti pantai Kokalukuna yang menyajikan keindahan alam yang tak kalah eksotisnya.

Pantai Kamali, Kawasan public space (reklamasi pantai), obyek wisata dan pedagang kaki lima,seluas 26.040 m² di pesisir pantai Kota, 40% public service termasuk pedagang kaki lima, 60% pendopo, perparkiran, kios souvenir, jogging track, WC umum, taman dan areal olah raga air, sebagai paru-paru Kota, kegiatan artis atau pagelaran seni kota, diasumsikan terdapat 200-1000 pengunjung/hari.

Air tejun Samparona, air terjun dengan ketinggian hampir 100 m ini terletak di Kecamatan Sorawolio, ± 13 km timur pusat Kota Bau-Bau, hutan pinus dan kicauan suara burun menemani anda dalam perjalanan menuju lokasi air terjun ini, selain air terjun Samparona juga terdapat air terjun Tirta Rimba yang terletak ± 6 km dari pusat Kota Bau-Bau dan air terjun Lagawuna yang terletak ± 24 km dari pusat Kota Bau-Bau. Permandian alam Bungi, air terjun bertingkat yang sejuk dibawah kerindangan pohon, terletak ± 8 km dari pusat Kota Bau-Bau.

Gua Lakasa, terletak ± 9 km dari barat pusat Kota Bau-Bau, 1 km dari jalan poros Kelurahan Sulaa Kecamatan Betoambari, pada kedalaman 120 m terdapat mata air yang mengkristal serta ornament yang berupa stalaktit dan stalaknit yang keberadaannya mencapai ratusan tahun sehingga memberikan nuansa yang menakjubkan.

Guantiti, ntiti dalam bahasa Wolio berarti menetes sehingga pada gua ini banyak ditemukan titisan air yang menetes pada dinding gua, gua bekas perdaban manusia yang telah membatu ini menyuguhkan relief dinding gua bagai ukiran buah tangan manusia.

Gua Arupalaka (Liana La Toondu) gua atau merupakan ceruk ini merupakan tempat persembunyian Arupalaka, seorang Raja Bugis, dari kejaran pasukan Gowa.

Hoga, yang terdapat di kepulauan Tukang Besi / Wakatobi (Wanci, Kaledupa, Tomia, Binongko) menyajikan taman laut yang masih alami dan menjadi kawasan wisata taman laut pertama yang mengajak penyelam-penyelamnya untuk mendapat sebuah perjalanan yang nyaman dan menakjubkan.

Wisata Kerajinan & Budaya

Pande riti (kuningan) dan pande pera (perak) memproduksi perhiasan kelengkapan pada baju adat serta kelengkapan peralatan adat lainnya seperti periuk, talang, gong, dan lain sebagainya.

Pande tanu (tenun) merupakan kerajinan rakyat berupa pembuatan kain sarung khan motif Buton dari benang yang di tenun. Motif kain tenun sangat beragam karena di dasarkan pada strata/status sosial dan ketentuan dalam upacara adat.

Pande reo (gerabah) usaha gerabah ini di kelola dalam bentuk usaha keluarga yang memproduksi gerabah seperti, periuk, pot bunga, kuwali dan segala bentuk keperluan adat dan rumah tangga. Pande ase (besi) memproduksi parang, tombak, cangkul dan perlengkapan besi lainya.



3 komentar: